Senin s.d Jumat : 10.00 - 17.00

|

Sabtu & Minggu : Janji Temu / Online

Jl. Warung Jati Timur No. 27A, Kel. Kalibata, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta

maqbulah@gmail.com

Rekomendasi Artikel

Wacana Pemerintah Indonesia: Naik Haji Melalui Jalur Laut, Alternatif Transportasi yang Prospektif?

Pemerintah Indonesia tengah menggulirkan wacana menarik: membuka kembali opsi perjalanan ibadah haji dan umrah melalui jalur laut. Ide ini disampaikan oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar, yang menyebut bahwa opsi ini sedang dibahas bersama otoritas Arab Saudi sebagai alternatif dari moda transportasi udara yang selama ini digunakan.


🌊 Latar Belakang Sejarah

Sebelum era penerbangan modern, jalur laut adalah satu-satunya cara bagi jemaah Indonesia untuk mencapai Tanah Suci. Perjalanan ini bisa memakan waktu hingga tiga hingga enam bulan, tergantung kondisi cuaca dan kapal. Tokoh ulama besar seperti Buya Hamka bahkan pernah menunaikan haji lewat laut pada tahun 1927.


🧭 Wacana Modernisasi Jalur Laut 

Menag Nasaruddin menyebut bahwa jika infrastruktur pelabuhan dan armada kapal memadai, maka jalur laut bisa menjadi opsi yang lebih terjangkau dan inklusif bagi masyarakat. Ia juga menyoroti potensi ekonomi dan wisata religi yang bisa dikembangkan melalui pelayaran haji ini.

Namun, Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) menolak wacana ini karena dinilai tidak efisien dan bertentangan dengan target pemerintah untuk memperpendek masa tinggal jemaah di Arab Saudi dari 40 hari menjadi 30 hari.


⏱️ Estimasi Waktu dan Tantangan

Menurut Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA), perjalanan laut dari Indonesia ke Arab Saudi akan memakan waktu sekitar 14 hari sekali jalan, dengan kecepatan kapal rata-rata 15 knot dan jarak tempuh sekitar 5.000 nautical mile.

Tantangan lain yang perlu dikaji:

  • Kesiapan fasilitas medis di kapal

  • SOP penanganan darurat

  • Ketersediaan kapal penumpang yang layak

  • Efisiensi biaya dan logistik


🔍 Kesimpulan

Wacana naik haji melalui jalur laut membuka ruang diskusi yang luas. Di satu sisi, ia menawarkan alternatif transportasi yang lebih terjangkau dan bernuansa historis, namun di sisi lain, tantangan teknis dan efisiensi waktu menjadi perhatian utama. Pemerintah dan pemangku kepentingan perlu melakukan kajian komprehensif sebelum opsi ini benar-benar diimplementasikan.